Bangladesh: Polisi Izinkan Masuk Pengungsi Rohingya

Simbun – Polisi Bangladesh mengabaikan perintah pemerintah untuk mencegah etnis Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di persimpangan perbatasan. Etnis Rohingya yang melarikan diri berhasil melakukan streaming menunjukkan polisi Bangladesh tidak menghentikan mereka saat melalui penyebrangan.

PBB sekarang memperkirakan bahwa 58.000 pengungsi telah berhasil menyeberang ke Bangladesh. Sementara sebanyak 20.000 etnis Rohingya lainnya diperkirakan terjebak di sepanjang sungai Naf, yang membentuk perbatasan kedua negara.

Lembaga bantuan mengatakan mereka berisiko tenggelam, terkena penyakit dan menjadi korban ular berbisa seperti dikutip dari BBC, Minggu (3/9/2017).

Kekerasan meletus di negara bagian Rakhine, Myanmar, lebih dari seminggu yang lalu. Para pengungsi menuduh pasukan keamanan Myanmar dan gerilyawan Budha membakar desa mereka.

Namun pemerintah Myanmar mengatakan pasukan keamanan menanggapi aksi penyerangan terhadap lebih dari 20 pos polisi oleh militan Rohingya pada bulan lalu.

Bentrokan selanjutnya telah membuat warga sipil dari semua komunitas melarikan diri.

Kelompok kampanye Human Rights Watch telah merilis citra satelit baru dari Myanmar. Menurut mereka, citra satelit menunjukkan bahwa lebih dari 700 rumah telah dibakar di sebuah desa Rohingya.

“Sejauh yang dapat kami katakan, penghancuran terjadi pada tanggal 25 Agustus di pagi hari, dan tampaknya telah sempurna dan menyeluruh. Sekitar 99% bangunan di desa itu hancur,” kata direktur deputi Asia Human Rights Watch, Phil Robertson.

Rakhine, wilayah termiskin di Myanmar, adalah rumah bagi lebih dari satu juta Rohingya. Mereka telah menghadapi puluhan tahun penganiayaan di negara mayoritas Budha, di mana mereka tidak dianggap sebagai warga negara.

Telah terjadi gelombang kekerasan mematikan dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan saat ini adalah yang paling signifikan sejak Oktober 2016, ketika sembilan polisi tewas dalam serangan terhadap pos perbatasan.

Sampai saat itu belum ada indikasi adanya pemberontakan bersenjata, meski ada ketegangan etnis.

Kedua serangan tersebut pada bulan Oktober dan pada tanggal 25 Agustus dilakukan oleh sebuah kelompok yang disebut Arakan Rohingya Salvation Army (Arsa).

Dikatakan bahwa tujuannya adalah untuk melindungi Muslim Rohingya dari represi negara di Myanmar. Pemerintah mengatakan itu adalah kelompok teroris.

Militer juga melakukan tindakan kekerasan setelah serangan pada bulan Oktober yang menyebabkan tuduhan pemerkosaan, pembunuhan dan penyiksaan tersebar luas. Puluhan ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh saat itu.

PBB sekarang melakukan penyelidikan formal, meskipun militer Myanmar membantah melakukan kesalahan.

Sumber: sindonews.com