Simbun.com
Manila – Ketua Delegasi Indonesia untuk ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) Fadli Zon menceritakan alotnya mengegolkan usulan soal krisis Rohingya. Ia kemudian menyinggung kontribusi Indonesia untuk AIPA yang layak diperhatikan.
Hal ini disampaikan Fadli di depan warga negara Indonesia di KBRI, Manila semalam (17/9/2017). Padahal menurutnya pembahasan agenda di komite sosial, ekonomi, maupun keorganisasian tidak ada masalah.
“Kita perlu memikirkan hal itu karena sekretariat AIPA sebenarnya ada di DPR RI. Satu lantai dengan saya. BKSAP (Badan Kerja Sama Antar-Parlemen) juga di lantai 4. Kami pimpinan di lantai 3 dan 4. Sebetulnya kita sudah menyumbang banyak untuk AIPA ini. Termasuk pembiayaan kesekretariatan sehari-hari oleh DPR. Jadi kalau kita nuntut lebih banyak wajar, sesuai kontribusi,” ucap Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di KBRI Manila, Filipina.
Indonesia mulanya mengajukan rancangan ‘Resolusi Memperkuat Upaya Parlemen Mengatasi Isu Kemanusiaan di ASEAN’ bersama Malaysia. Menyusul krisis kemanusiaan di Myanmar, atas pembantaian dan pengusiran etnis Rohingya.
Fadli menyayangkan sistem konsensus yang menjadi prinsip AIPA, justru menjadi sebab tidak berujung titik temu.
“Ada beberapa yang menarik di beberapa berita-berita terakhir, memang ada keberatan dari draft usulan kita dari DPR yang ingin dimasukkan dalam topik politik, tapi Myanmar tidak menginginkan. Tapi di AIPA karena jika satu negara tidak sejutu, tidak mencapai konsensus, maka tidak bisa dilanjutkan,” keluh Fadli.
Padahal parlemen dunia hingga Paus Francis sudah membicarakan krisis ini. Fadli menyesalkan jika parlemen di ASEAN malah tidak mau menyentuh isu ini karena masalah peosedural. Padahal seluruh dunia sudah bereaksi.
“Karena Myanmar tegak lurus saja dengan apa yang disampaikan di sana (dalam pertemuan Komite Eksekutif). Bukan negara demokrasi ya, masih di bawah bayang-bayang rezim militer. Jadi kami juga berkeras, harus kita hargai,” katanya.
Politikus Gerindra ini kemudian mengevaluasi keikutsertaan Indonesia dalam ASEAN. Dalam organisasi ini yang banyak diuntungkan adalah negara kecil, bukan negara besar seperti Indonesia. Indonesia justru banyak melakukan sharing market dengan anggota organisasi lainnya.
“Mungkin Menteri Luar Negeri perlu memikirkan semacam revitalisasi ke depan. Kebetulan 50 tahun ASEAN dan 40 tahun AIPA. Apa manfaat ASEAN bagi kita? Atau lebih bermanfaat kalau bilateral? Kita bilateral dengan China, dengan Rusia, India. Ini cuma pemikiran saja. Kadang kita harus memikirkan evalusasi suatu organisasi supaya tidak seperti arisan saja,” tutur Fadli.