Dewan Kesenian Lhokseumawe dan Komunitas Rapa-i Uroh Kecewa pada Keputusan MURI

Simbun.com

Lhokseumawe – Dewan Kesenian Kota Lhokseumawe dan Komunitas Rapa-i Uroh kecewa dengan keputusan manajemen Museum Rekor Indonesia (MURI) yang tidak menyutujui 400 atraksi seniman Rapa-i Uroh di Lapangan Hiraq pada Minggu 12 November 2017 masuk dalam rekor Indonesia.

“Saya dan teman-teman seniman tradisi sangat kecewa dengan keputusan pihak MURI, bahwa 400 penabuh Rapa-i Uroh tidak pecahkan rekor Indonesia, dengan dalih sudah ada pementasan 50 ribu penabuh rebana. Artinya pihak MURI menyamakan alat musik tradisi Rapa-i Uroh sama dengan rebana,” jelas ketua DKA Lhokseumawe, Nazaruddin kepada portalsatu.com, Minggu 12 November 2017.

Ia menerangkan, dalih itu disampaikan manajemen MURI ke pihak panitia pelaksana acara Launching Rapa-i Uroh Sebagai Ikon Seni Budaya Lhokseumawe beberapa hari sebelum acara terlaksana.

Katanya, Dewan Kesenian Kota Lhokseumawe sengaja mengajukan permohonan pemecahan rekor tersebut karena pihak Bank Indonesia perwakilan Lhokseumawe sebelumnya sudah mendapat persetujuan MURI tas motif Aceh terbesar, yang penyerahan sertifikatnya dilakukan pada acara launching tersebut.

“Faktanya Rapa-i Uroh dengan rebana jauh berbeda, yang sama hanya bentuknya sama-sama bundar. Ukurannya beda, suara yang dihasilkan beda, sejarahnya beda, materialnya kayunya beda dan banyak hal lain yang membedakan. Bila hanya dilihat sisi alat musik perkusi non moderen, ini sangat naif,” jelas tokoh seniman Rapa-i Uroh yang akrab disapa Peutuha Din.

Ia berharap, keputusan MURI terhadap atraksi penabuh rapai di Lapangan Hiraq ditinjau kembali, apalagi perwakilan MURI sudah melihat langsung acaranya.

“Saya masih punya harapan, atraksi teman-teman penabuh Rapai di lapangan Hiraq masuk Museum Rekor Indonesia, karena mereka sudah melihat langsung acaranya. Kemudian ini bukan sebatas pengakuan dari MURI, namun sebagai penyemangat serta bentuk apresiasi pihak-pihak lain terhadap usaha pelestarian seni budaya tradisi di Lhokseumawe,” terangnya.

Di akhir wawancara, Peutuha Din menjelaskan, ada sekitar 1800 penabuh Rapa-i Uroh yang tersebar di empat kecamatan, Blang Mangat, Muara Dua, Muara Satu dan Banda Sakti. Ada sekitar 27 grup dengan berbagai jenjang umur, bahkan seratusan anggota rapai masih tergolong anak-anak.

Sumber: Portalsatu.com