Simbun.com
Lhokseumawe – Pembangunan Museum Islam Samudera Pasai di Aceh Utara selesai tahun 2016, tapi sampai sekarang belum difungsikan lantaran jalan masuk rusak berat.
Museum itu dibangun sejak tahun 2011 dengan dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh Utara. Museum dibangun di lahan seluas 500 meter. Lahan itu bagian dari area Monumen Islam Samudera Pasai seluas 7,5 hektare, di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Monumen dibangun dengan APBN sejak 2012 dan sampai sekarang belum tuntas.
Menurut pantauan, 12 Februari 2018, pintu masuk ke Kompleks Museum Islam Samudera Pasai tampak tergembok. Di pekarangan museum berkeliaran beberapa kambing milik warga setempat. Ternak itu masuk melalui celah-celah pagar kompleks museum.
Pagar museum yang dihiasi dengan replika kandil warna emas terlihat indah. Replika kandil juga terpasang di pucuk kubah bangunan museum. Ada pula diorama kapal, diorama Misykah Pasai dan diorama batu nisan di pekarangan museum tersebut. Namun, bagian bawah diorama kapal dan beberapa diorama batu nisan tampak sudah rusak.
Pada bagian kaki monumen “Misykah Samudera Pasai” dalam kompleks museum itu tertulis, “Misykah Samudera Pasai, pada bagian atas monumen adalah replika dekorasi yang terdapat pada nisan kubur peninggalan sejarah Samudera Pasai abad ke-9 Hijiriah (ke-15 Masehi), yang terdapat di Gampong Maddi, Kecamatan Nibong, Aceh Utara. Ini merupakan penggayaan dari figur kandil atau lampu (Arab: Misykah), yang digantungkan untuk penerang. Di bagian dalam figur kandil terpahat kalimat Tauhid: La ilaha illa-llah Muhammad Rasulullah (tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Dekorasi ini mengungkapkan secara artistis yang transparan bahwa Samudera Pasai adalah Kerajaan Islam yang memanggul tugas dakwah kepada Islam dan untuk meninggikan kalimat Tauhid bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya”.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara, Nurliana, mengatakan Museum Islam Samudera Pasai dibangun tahun 2011 sampai 2016 dengan dana Otsus senilai Rp7 miliar lebih.
Museum itu sudah diisi dengan benda-benda peninggalan sejarah, termasuk naskah kuno dan koin emas. “Untuk menuju kesempurnaan perlu pengkajian koleksi museum dan penyusunan story line, tapi belum tersedia dana untuk itu,” kata Nurliana lewat telepon seluler, 14 Februari 2018.
Nurliana menyebutkan, pihaknya ingin Monumen dan Museum Islam Samudera Pasai menjadi cagar budaya yang informatif. Menurut dia, museum belum difungsikan lantaran jalan masuk ke lokasi itu rusak berat. “Laporan masyarakat, kemarin sekitar 200 siswa dari salah satu sekolah mau datang (ke museum), tapi tidak berani masuk karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan dilewati kendaraan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, diorama kapal di kompleks museum melambangkan transportasi lewat air pada zaman Samudera Pasai. “(Bagian bawah) diorama kapal itu rusak karena diinjak oleh pengunjung yang masuk lewat pagar. Itu (terbuat dari) resin, bukan kayu. Karena orang menginjak, rusak. Seharusnya tidak boleh diinjak, tapi untuk dilihat saja. Begitu juga diorama batu nisan, itu bukan untuk tempat duduk,” kata Nurliana.
Menurut Nurliana, pintu masuk kompleks meseum digembok supaya jangan rusak barang-barang di dalamnya. “Ada petugas jaga, tapi tidak mungkin juga dijaga 24 jam di situ,” ujarnya.
Sumber: Portalsatu