Simbun.com
Sleman – Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), Hilmar Farid, angkat suara terkait rencana penelitian Belanda tentang masa bersiap atau masa revolusi 1945-1950. Menurutnya pembantaian ribuan orang Belanda di masa itu adalah fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri.
“Saya kira kalau ada kekerasan yang dilakukan pihak republik (ke ribuan orang Belanda) itu di kita sendiri diakui juga. Jadi (hal tersebut) bukan sesuatu yang baru,” kata Farid saat dikutik dari detik, ‘kuasa ingatan’ di gedung PKKH UGM, Selasa (19/9/2017) malam.
Menurutnya literatur yang menunjukkan kekerasan terhadap ribuan orang Belanda di masa revolusi sudah banyak. Bahkan kekerasan orang-orang pro republik tidak hanya dilakukan terhadap orang-orang Belanda saja, tapi juga ke orang-orang pribumi yang kontra dengan republik.
“Sastra kita bertebaran dengan cerita-cerita seperti itu (pembantaian orang-orang Belanda) dari tahun 50-an. Jadi saya tidak melihat (penelitian) itu sebagai sesuatu yang baru, yang akan mengubah cara kita dalam melihat sejarah,” paparnya.
Farid menegaskan kekerasan pada masa revolusi adalah fakta sejarah, oleh karenanya pemerintah dan orang-orang Indonesia tidak perlu menghindar dari fakta tersebut. “Yang perlu kita harus pahami mengapa itu terjadi, dalam konteks apa, dan kemudian apa implikasinya,” jabarnya.
Dengan memahami fakta sejarah masa revolusi secara komprehensif, kata Farid, pemahaman sejarah masyarakat akan lebih berkembang. Karena literatur sejarah terkait masa revolusi semakin banyak, termasuk dengan adanya literatur sejarah versi Belanda.
“Artinya gini lah, enggak usah kemudian kita berjiwa kerdil menghadapi perkembangan kayak begini. Sebagai bangsa yang besar ya terbuka saja lah, kita lihat,” kata Hilmar yang saat ini juga menjabat Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Belanda berencana membiayai penelitian ilmuwan Marjolein van Pagee yang akan mengungkap kekerasan terhadap warga Belanda di Indonesia pada masa bersiap (Bersiap-tijd) atau masa revolusi 1945-1950. Dalam penelitian bertajuk ‘Dekolonisasi, Kekerasan dan Perang di Indonesia 1945-1950’ ini, Belanda mengucurkan dana 4,1 juta Euro atau sekitar Rp 64,8 miliar.