Simbun.com
Banda Aceh – Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Hendra Fauzi mengungkapkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait dengan pasal 557 dan pasal 571. Dianggap sebagai pasal sapu jagat dan telah mengganggu eksistensi tentang kewenangan KIP Aceh.
“Sebenarnya Pasal 557 itu tidak hanya mencabut satu atau pasal, tetapi itu adalah pasal sapu jagat,” ungkap Hendra dalam konferensi pers di Cafe Gerobak Arabica, Banda Aceh, Senin, 18 September 2017.
Kedua pasal yang baru disahkan oleh presiden Republik Indonesia dianggap tidak hanya mengganggu satu atau dua pasal saja dalam UUPA, namun juga memangkas sejumlah pasal lainnya.
Berdasarkan analisa mereka (para KIP seluruh Aceh), di situ telah mencabut semua kewenangan penyelenggaraan pemilihan yang ada di Aceh secara keseluruhan. Hal inilah yang akan digugat mereka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kenapa Pasal 557 itu kita anggap sebagai pasal sapu jagat yang akan mencabut secara satu kesatuan sistem regulasi dan Pemilu di Aceh. Karena disebutkan pada pasal 557 ayat 2, kelembagaan penyelenggaraan pemilu di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat satu, wajib mendasarkan dan dan menyesuaikan pengaturannya berdasarkan undang-undang ini (UU Nomor 7). Di situ yang kita anggap sebagai pasal sapu jagad,” jelasnya.
“Dimulai dari proses rekrutmen sampai proses penyelenggaraan keseluruhan. Ini adalah menurut analisa kami. Sampai dengan hari ini yang akan kita lakukan adalah mengenai pasal sapu jagat yang dilakukan,” jelasnya lagi.
Hendra mengatakan, ada beberapa hal yang bisa ditempuh untuk mengajukan gugatan tersebut ke MK, baik itu dengan uji materi dan ada uji tafsir.
“Jadi kita akan mencoba mempelajari lagi apakah kita meminta kepada MK untuk menguji tafsir undang-undang ini atau kita uji materi,” ungkapnya.
Meskipun secara kelembagaan KIP tidak menggugat pasal tersebut, akan tetapi dikatakan Hendra mereka akan lakukan dengan hak konstitusional hak sebagai warga negara.
“Penguatan legal standing terus kita pedalami sebagai hak konstitusional kita sebagai warga negara. Itulah yang kemudian kita mengambil legal standingnya. Kenapa? Karena KIP sebagai pengawal rezim Pilkada ini harus menyuarakan di mana kekhususnya,” katanya.