SIMBUN.com
Banda Aceh – Akademisi asal Universitas Syiah Kuala, Fathurrahman Anwar menganalisa jumlah nilai hutang yang harus dibayar oleh Pemerintah Pusat kepada Nyak Sandang yakni Rp 118 sekstiliun, dengan uang yang diberikan Nyak Sandang kepada negara Rp 100.
“Dalam dunia keuangan dan investasi dikenal istilah aset (sekuritas bebas resiko). Yang dimaksud adalah aset atau sekuritas yang memiliki kepastian dalam pengembalian, baik nilai investasi awal maupun keuntungan yang dijanjikan,” kata Fathurrahman, Kamis (22/3).
Ia menjelaskan tingkat bunga atas aset bebas resiko merupakan salah satu variable utama dalam menentukan sejumlah indikator investasi, termasuk perhitungan tingkat bunga ekuitas yang selanjutnya menentukan tingkat bunga yang diharapkan (Expected Return). Tingkat bunga modal tertimbang (Weight Average Cost of Capital) yang seterusnya menentukan tingkat bunga diskonto (discount rate) yang digunakan untuk memproyeksikan nilai aset di masa depan dengan acuan nilai uang sekarang (future value), serta berbagai perhitungan biaya modal lainnnya.
“Kesalahan dalam menentukan tingkat bunga akan menimbulkan kekeliruan dalam memproyeksikan tingkat keuntungan yang diharapkan atau nilai aset secara umum. Untuk membantu para investor, berbagai lembaga pemeringkat memberikan guidline dengan memberikan peringkat hutang dari berbagai negara termasuk Indonesia. Peringkat tersebut tentu saja tidak menyebutkan tingkat bunga dari hutang negara tersebut melainkan lebih pada sejauh mana tingkat bunga yang dijanjikan tersebut bisa dipenuhi oleh pemerintah terkait,” kata Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala ini.
Selain itu, Fathurrahman mengatakan, surat hutang yang dipegang Nyak Sandang tidak ada catatan serta goodwill Pemerintah Pusat untuk memenuhi kewajiban sebagaimana yang dijanjikan akan jadi preseden buruk atas reabilitas negara ini dalam memenuhi kewajibannya. Rating hutang pemerintah Baa3 (wikipedia: Baa 3 adalah obligasi berperingkat Baa merupakan obligasi dengan risiko moderat dan oleh karenanya memiliki karakteristik spekulatif) yang diberikan Moody’s tahun 2016, menjadi suatu hal yang patut dipertanyakan. Jangankan memiliki goodwill untuk bayar hutang, catatan pemegang hutang sendiri ternyata tidak ada. Padahal semua itu atas sepengetahuan Proklamator Republik Indonesia Bung Karno sendiri.
“Kami sama-sama paham bahwa disaat surat hutang ini diterbitkan negara masih dalam situasi darurat. Banyak masyarakat Aceh sendiri yang berfikir bahwa uang yang dikumpulkan untuk membeli dua peswat perdana milik Indonesia tersebut sumbangan murni rakyat Aceh. Dan keyakinan saya pada saat itu memang rakyat begitu ikhlas untuk mengumpulkan sumbangan tersebut. Tapi tidak berarti negara ini bisa begitu saja melupakan janji yang ditulisnya,” kata Fathurrahman.
Menurut Fathurrahman, perkara adminitrasi harusnya tidak jadi persoalan. Karena jika itu dipersoalkan, deklarasi kemerdekaan Indonesia juga akan jadi persoalan. Maka dari itu pembayaran kewajiban itu harus dilandaskan pada goodwill. Peringkat Baa3 itu harus bisa dipertanggungjwabkan.
“Terus berapa tingkat diskonto yang pantas. Kalau ditanya ke saya dan saya yakin Bung Karno sependapat, tingkat diskonto yang pantas untuk pinjaman republik kepada rakyat Aceh adalah 100 persen. Dengan begitu uang Rp 100 yang disumbangkan oleh Nyak Sandang setelah 70 tahun yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 118 sekstiliun (Rp 118.059.162.071.741.000.000.000). Nah itu baru hutang Nyak Sandang. Belum hutang ke Pak Maksum yang jumlahnya 45 kali dan yang lain-lain,” ujarnya.
Fathurrahman juga menyampaikan hutang tersebut mesti dikembalikan. Terkait dengan bagaimana mekanismenya, negara tentu saja dapat mengatur tentang tatacara pembayarannya.
“Intinya itu hutang dikembalikan. Jika tidak, tidak ada yang bisa menghitung dengan pasti nilai aset yang ada di Indonesia, karena tidak satupun yang bisa dijadikan indikator tingkat bunga bebas resiko, dan itu peringkat yang dikeluarkan berbagai lembaga wajib diturunkan,” ungkap Fathurrahman.
Kalau utang nyak sandang dan pak. Maksum kepada repoblik ini tak dibayar, menyebabkan tak bisa dihitung nilai kekayaan negara,mengingat tak ada aset bebas bunga yg beresiko,bisa2 suatu waktu negara ini harus kita berikan kepada kedua pemilik utang…..sebaiknya mulai sekarang pemerintah,DPR dan yg berwenang membahas utang tsb.bisa bisa negara bubar kalau kita tak sanggup bayar utang alias bangkrot