Simbun.com
Jakarta – Seminar ‘Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/66’ di LBH Jakarta, pada Sabtu (16/09), ditunda setelah kepolisian dan sejumlah anggota organisasi masyarakat mencegah acara berlangsung.
Acara tersebut, menurut Yunita dari LBH Jakarta, rencananya diikuti akademisi, pejabat pemerintah, dan beberapa korban peristiwa 1965-1966. Secara keseluruhan, peserta seminar berjumlah kurang dari 50 orang.
Akan tetapi, Kapolsek Menteng Ajun Komisaris Besar Ronald Purba berkeras acara dihentikan karena “tidak ada izin”. Adapun di luar gedung LBH Jakarta tampak massa berorasi menuntut seminar dibubarkan seraya mengusung poster bertulis ‘Anti PKI’ dan ‘Awas PKI Bangkit’.
Kepada BBC Indonesia, Yunita mengaku pihaknya memang tidak mengantongi surat pemberitahuan dan surat izin keramaian dari polisi “karena acara seminar diselenggarakan di ruang tertutup dan diikuti kurang dari 50 orang”.
Izin keramaian
Dikutip dari laman resmi Polri, surat izin keramaian harus dibuat apabila ada kegiatan yang mendatangkan 300-500 orang hingga lebih dari 1.000 orang.
Adapun surat pemberitahuan wajib disampaikan ke pihak kepolisian apabila suatu pihak hendak menggelar aksi demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas di muka umum.
“Kami mengecam tindakan polisi karena kalau memang demi ketertiban dan keamanan, kegiatan kami tidak bertentangan. Ini kan sekadar diskusi akademis. Justru orang-orang yang mengancam melakukan kekerasan seharusnya ditindak,” kata Yunita mengacu kepada massa di luar LBH Jakarta yang menuntut seminar dibubarkan.
“Jangan sampai ketika kita tidak menyukai sesuatu, kita mengerahkan massa dan menebar fitnah. Yang saya takutkan, kita tak lagi bersandar pada hukum, tapi kepada massa, kekerasan, dan fitnah,” tambahnya.
Sementara itu, di antara massa yang menuntut seminar dibubarkan terdapat sejumlah orang yang memakai atribut Gerakan Pemuda Ansor, organisasi yang bernaung di bawah Nahdlatul Ulama. Soal keterlibatan orang-orang itu, Ketua GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan mereka telah berjalan “di luar koordinasi”.
“Kami akan mengeluarkan peringatan keras kepada mereka. Sebab posisi GP Ansor tidak mendukung maupun tidak menolak acara Seminar 1965 di LBH Jakarta. Silakan saja,wong namanya diskusi,” ujar pria yang akrab disapa dengan sebutan Gus Yaqut itu kepada BBC Indonesia.
Menurutnya GP Ansor punya tafsir sendiri atas peristiwa seputar 1965-1966. “Ada fakta yang harus diungkap, kami setuju. Tapi bahwa ada fakta kyai-kyai NU yang dibantai pada waktu itu, harus diungkap dong,” jelasnya.
Selama beberapa tahun terakhir, pembubaran diskusi terjadi di berbagai tempat di Indonesia.
Pada Mei 2016, sekelompok massa beratribut Front Pembela Islam mendatangi kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, menuntut pembubaran ‘Sekolah Marx,’ sebuah program pendalaman seni melalui filsafat Karl Marx, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Daunjati.
Satu bulan sebelumnya, aparat kepolisian bersama sejumlah organisasi massa yang mengatasnamakan Islam membubarkan acara Lady Fast 2016 di ruang komunitas seni Survive Garage, Bugisan, Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumber: bbc Indonesia