RSUZA Bantah Soal Paksa Pulang Pasien

Simbun.com

Banda Aceh – Direktur Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA), dr Fachrul Jamal SpAn KIC, membantah telah terjadi pemulangan paksa M Natsir, seorang pasien asal Pidie. Kabar pemulangan paksa pasien yang dalam kondisi koma oleh pihak RSUZA itu sempat beredar di media sosial (medsos) WhatsApp, sejak Rabu (21/2) malam.

“Tidak benar ada pemulangan paksa terhadap pasien sebagaimana yang beredar di media sosial. Hanya terjadi miskomunikasi antara dokter dengan keluarga pasien,” kata Fachrul Jamal dalam konperensi pers, di rumah sakit tersebut, Kamis (22/2).

Berdasarkan pantauan Serambi, sejak Rabu (21/2) malam, sempat beredar informasi di sejumlah grup WhatsApp maupun media sosial, mengenai pasien koma yang dipaksa pulang pihak RSUZA. Bahkan dalam informasi tersebut lengkap tertera nomor rekam medik dan dokter yang bertanggung jawab.

Nandi, putra M Natsir kepada wartawan menyampaikan, pihak medis rumah sakit sempat menjumpai ibunya dan mengatakan pasien sudah bisa dibawa pulang, karena untuk didata ulang. Pernyataan itu spontan mendapat penolakan dari keluarga pasien, karena kondisi M Natsir masih kritis. Namun belakangan, pihak keluarga juga mengakui ada kesalahpahaman antara keluarga dengan dokter rumah sakit.

Dokter Fachrul Jamal menyampaikan, pasien tersebut sudah tiga minggu menjalani perawatan di RSUZA, karena mengidap stroke, tumor di ginjal, dan harus cuci darah. Namun dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang saat itu menjumpai keluarga pasien, menyampaikan informasi yang tidak lengkap, sehingga terjadilah kesalahpahaman.

Fachrul Jamal yang didampingi Wadir Pelayanan, Dr dr Azharuddin, menyebutkan, dokter PPDS saat itu menyampaikan bahwa nanti pasien sudah dapat menjalani perawatan rumah (home-care). Namun informasi itu diduga salah dipahami pihak keluarga hingga beredar informasi dipaksa pulang.

Sementara dokter yang menangani pasien, dr Masra Lena menyampaikan, pasien sudah dirawat sudah tiga minggu dalam kondisi stabil. Namun pasien mengalami infeksi berat sehingga harus diisolasi, dan mendapatkan penanganan suntik antibiotik hingga tujuh kali atau dua minggu. “Secara logika kan tidak mungkin pasien dalam kondisi seperti ini kita suruh pulang,” tandas dr Masra Lena.

Sumber: Serambinews.com