Monumen Islam Samudera Pasai

Simbun.com

Lhokseumawe – Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai di Aceh Utara dengan APBN tahun 2012 sampai 2017 mencapai Rp53 miliar lebih. Sementara tahun 2018 dialokasikan dana Rp8 miliar lebih.

Menurut pantauan, 12 Februari 2018, monumen yang dibangun di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, itu tampak sangat megah. Bangunan bertingkat tersebut cukup luas, memiliki sembilan kubah, salah satunya di pucuk menara setinggi 60 meter.

Dari lantai paling atas bangunan yang berdiri kukuh di tepi areal tambak itu dapat melihat samudra teramat luas. Tampak pula Masjid Agung Islamic Center dan bangunan lainnya di Kota Lhokseumawe.

Monumen Islam Samudera Pasai belum memiliki pagar, sehingga beberapa sapi milik warga setempat terlihat berkeliaran di dalam bangunan tersebut.

Lokasi monumen berjarak sekitar 300 meter dari Kompleks Makam Sultan Al-Malik Ash-Shalih atau Malikussaleh, lebih kurang 2 kilometer dari Jalan Banda Aceh-Medan, masuk melalui Simpang Keude Geudong, Kecamatan Samudera. Namun jalan masuk ke monumen rusak berat di beberapa titik.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara, Nurliana, mengatakan Monumen Islam Samudra Pasai dibangun sejak tahun 2012 sampai 2017 dengan APBN senilai Rp53 miliar lebih dari total kebutuhan dana Rp71,8 miliar lebih.

“Progresnya sudah 77 persen karena struktur bangunan sudah siap, tinggal 23 persen untuk kelanjutan pekerjaan arsitektur, interior dan eksterior,” kata Nurliana melalui telepon seluler, 14 Februari 2018.

Nurliana menyebutkan, tahun ini dilanjutkan arsitektur monumen dengan APBN 2018 Rp8 miliar. “Untuk interior dan eksterior kita perlu diskusi lagi ke Kemendikbud, mugkin konsultannya harus dari sana (Jakarta), karena untuk menciptakan ornamen itu susah. Nanti ada story line juga”.

“Yang jelas tidak boleh lari dari konsep pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai sebagai Pusat Peradaban dan Budaya Islam di Nusantara dan Asia Tenggara. Karena Samudera Pasai sejarahnya internasional, bukan nasional saja. Jadi, kalau mau melihat sejarah Islam di Nusantara dan Asia Tenggara, kembali ke Samudra Pasai,” ujar Nurliana.

Nurliana mengatakan, pihaknya ingin monumen itu menjadi cagar budaya yang informatif, sehingga tidak terkesan kaku. “Kerajaan Samudera Pasai memang tidak ada lagi, tapi (untuk membuat) harum sejarahnya tugas kita,” katanya.

“Kalau bangunan sudah ada, sudah boleh fungsikan, kita lengkapi tata pamer. Kita bisa lihat silsilah sultan Kerajaan Samudra Pasai, jadi komunikatif dia. Tapi untuk dapat difungsikan, perlu dibangun jalan masuk dulu,” ujar Nurliana.

Nurliana menambahkan, pihaknya akan menyampaikan kepada Gubernur Aceh saat berkunjung ke monumen itu, 15 Februari 2018, terkait kebutuhan anggaran pembangunan pagar dan jalan masuk. “Kami usulkan ke dalam program gubernur. Mungkin gubernur bisa mengajukan ke Kementerian PU,” katanya.

Sumber: Portalsatu