Panik di Kecam Dunia, Suu Kyi dan Wirathu Tuduh ARSA Penyebab Genosida Rohingya

Simbun.com

Yangon – Aung San Suu Kyi dan Wirathu menuding para pejuang Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) sebagai penyebab genosida Rohingya yang terjadi akhir-akhir ini. Menurutnya, ARSA telah melakukan penyerangan terhadap pos polisi dan militer.

“Dari sumber yang dapat dipercaya sekitar tanggal 24 Agustus 2017 itu, ARSA menyerbu pos polisi dan pos militer dan di situ ada korban dari pihak militer.

“Kemudian direspon oleh militer Myanmar dengan operasi militer.

Pemerintah Myanmar mengatakan bahwa ARSA melarikan diri ke perkampungan warga sipil. Kemudian militer tidak membedakan mana ARSA dan mana warga sipil saat melakukan operasi.

“Ketika melakukan operasi militer tersebut ternyata yang mendapat korban adalah orang-orang Rohingya yang tidak mengerti,” ujarnya.

Ia lalu berasumsi bahwa saat ini banyak warga sipil Rohingya yang tidak mengetahui permasalahan yang terjadi. Ia pun menyebut ARSA sebagai gerakan separatis.

“Ini kan gerakan separatis sehingga kemudian tragedi kemanusiaan terjadi dan banyak etnis Rohingya yang tidak bersalah yang juga sebenarnya tidak mengerti,” tukasnya.

Fakta Realnya,

Sejatinya Kemunculan para pejuang Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) Menurut Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, kemunculan ARSA di Myanmar adalah karena respons atas tindakan pembantaian dan genosida yang dilakukan oleh militer dan oknum penganut Budha terhadap Etnis Rohingya.

Dahnil menganggap, kelompok ARSA yang aslinya bernama Harakah al-Yakin atau Gerakan Keimanan itu akan tidak ada atau hilang jika tak ada kekerasan dan pembantaian terhadap Muslim Rohingya.

“Dengan sendirinya (hilang), apalagi ARSA tidak besar, dan itu (kehadirannya) adalah reaksi (pembantaian terhadap Muslim Rohingya),” ujar Dahnil di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/9).

Kehadiran ARSA juga, kata Dahnil, lantaran adanya ketidakadilan pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Ketidakadilan, menurutnya, pasti akan menimbulkan sebuah perlawanan.

“Di mana pun di belahan dunia mana pun, ketika tidak ada keadilan hukum, keadilan ekonomi, bahkan dehumanisasi,” kata dia.

Oleh karenanya, solusi atas hal tersebut, ujar Dahnil, adalah menyelasaikan masalah yang tengah terjadi pada Muslim Rohingya. Pemerintah Myanmar harus mengembalikan kondisi Muslim Rohingya ke seperti sedia kala. Khususnya, kata Dahnil, masalah eksistensi kewarganegaraan.

“Solusi yang paling utama itu adalah menyelesaikan masalah eksistensi mereka (Rohingya) sebagai warga negara,” terangnya.

ARSA sendiri, menurut International Crisis Group (ICG), adalah kelompok militan bersenjata baru di Burma atau Myanmar. Basis perjuangan kelompok ini berada di Rakhine Utara dan meluas ke seluruh negara bagian Rakhine.

Kelompok ini, terbentuk dengan ideologi seperti arti nama aslinya. Perjuangan angkat senjata, atau perang melawan Myanmar atas dasar dan sikap keimanan Islam. ICG mengatakan, terbentuknya Harakah al-Yaqin, sebagai respons puncak atas kekerasan yang menimpa etnis minoritas Muslim Rohingya pada 2012 lalu.

Tragedi lima tahun lalu itu adalah salah satu catatan paling berdarah militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Pemerkosaan, pemenggalan, pembunuhan, dan aksi bumi hangus tentara Myanmar terhadap kelompok minoritas, yang menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), ketika itu menewaskan lebih dari 1000 Muslim Rohingya. (*)