Simbun.com
Canberra – Ancaman di dunia siber (komputer) selalu berubah dengan cepat, dan karena langkanya Australia dengan para pekerja di bidang keamanan siber yang handal, maka negeri ini rawan terhadap serangan.
CEO Australian Cyber Security Growth Network(ACSGN) Craig Davies mengatakan permintaan di bidang ini melebihi kemampuan untuk memproduksi calon yang berketrampilan.
“Ini seperti industri peroketan di negeri ini, hampir tidak ada yang tidak bekerja, dan permintaan besar sekali,” katanya.
Davies telah mendapat tugas untuk bagaimana mengisi lowongan kurangnya pekerja handal di bidang keamanan siber tersebut.
“Pendidikan dan peningkatan ketrampilan merupakan hal yang penting dalam program kami, dan kami bekerja erat dengan sektor kejuruan,” katanya.
Menurut perkiraan terbaru, Australia memerlukan sekitar 11 ribu spesialis di bidang keamanan siber selama 10 tahun mendatang.
Menurut Davies, target ini tidak akan tercapai tanpa adanya fokus yang benar.
Dengan semakin banyaknya sekolah kejuruan dan universitas yang menawarkan kursus khusus, ada juga seruan agar keamanan siber ini menjadi bagian dari mata pelajaran di sekolah.
Tim Edwards bekerja untuk Life Journey, sebuah perusahaan internasional yang mengkhususkan pelajaran IT online bagi murid-murid sekolah.
“Bila kita lihat peningkatan coding, yang sekarang menjadi sangat populer dan itu merupakan hal yang bagus,” katanya.
“Saya kira momentum yang sama harusnya juga terjadi di bidang keamanan siber.”
“Diperlukan pemahaman yang lebih umum, sesuatu yang lebih banyak didiskusikan di sekolah, di rumah.”
Namun menurut Edwards, dunia industri siber harus juga membantu untuk menarik lebih banyak orang terlibat di bidang tersebut.
“Bidang ini selama ini didominasi oleh pria,” katanya.
“Dengan itu, separuh dari penduduk tidak akan berkecimpung di bidang ini, karena adanya persepsi yang salah mengenai karir di bidang STEM (sains, teknologi, teknik dan matematika) atau karir di bidang keamanan siber.”
Ini bukan masalah yang dialami Australia saja
ISACA, sebuah lembaga advokasi nir-laba mengenai keamanan siber memperkirakan bahwa akan ada kelangkaan pekerja di bidang keamanan siber secara global di tahun 2019.
Selain serangan terhadap kepemilikan data di internet, Edwards mengatakan internet juga membuka peluang bagi pengguna untuk menciptakan keburukan.
“Ancaman siber bisa bergerak perlahan ke arah lebih keras, dan akhirnya menyebabkan korban jiwa,” katanya.
“Sekarang ini, mungkin belum terjadi, namun saya bisa melihat nantinya hal tersebut akan terjadi.”
Patrick Walsh, mantan komandan Armada Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik, yang sekarang bekerja di perusahaan keamanan siber internasional mengatakan ancaman online telah membuat banyak pemerintah berpikir bagaimana caranya melindungi masyarakat.
“Di masa lalu, kita lihat adanya pendekatan dari pemerintah dan kita lihat juga pendekatan dari pihak swasta,” katanya.
“Sekarang tampaknya kita harus bekerja sama, dan mencari jalan agar lebih transparan, sehingga informasi bisa dibagi.”
Walsh mengatakan tantangan yang ada adalah bagaimana bisa selangkah lebih maju dalam mengantisipasi ancaman.
“Ada begitu banyak perubahan dalam keamanan siber dalam waktu yang singkat, ini membuat saya cemas karena ada kemungkinan besar kita melakukan salah perhitungan,” katanya.
“Ketika kita misalnya mulai tidak percaya dengan data yang ada, atau mempercayai hasil sebuah pemilu, maka itu akan membuat kepercayaan terhadap lembaga publik menurun.”
Sumber: detik.com