Simbun.com
Yangon – China mendukung serangan tentara militer Myanmar terhadap komunitas Rohingya dengan dalih memerangi gerilyawan di Rakhine. Dukungan itu muncul saat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa tindakan militer tersebut bisa menjadi operasi pembersihan etnis.
Dukungan Beijing itu diungkap surat kabar pemerintah Global New Light of Myanmarpada hari Kamis (14/9/2017) mengutip Duta Besar China, Hong Liang. Diplomat Beijing itu mengatakan dukungannya kepada pejabat tinggi pemerintah Myanmar.
Serangan militer di negara bagian Rakhine dipicu oleh serangan gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) terhadap pos-pos polisi dan kamp militer pada 25 Agustus 2017 yang menewaskan 12 petugas.
”Sikap China mengenai serangan teroris di Rakhine sudah jelas, ini hanya masalah internal,” tulis surat kabar pemerintah Myanmar mengutip dubes Hong Liang.
”Serangan balik pasukan keamanan Myanmar melawan teroris ekstremis dan usaha pemerintah untuk memberikan bantuan kepada masyarakat sangat disambut baik,” lanjut diplomat Beijing tersebut.
China sejatinya sedang bersaing dengan Amerika Serikat untuk mendapatkan pengaruh di Myanmar. Persaingan itu terlihat jelas pada tahun 2011 setelah puluhan tahun junta militer di negara itu terkena embargo.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu mendesak Myanmar untuk mengakhiri kekerasan di Rakhine yang digambarkan sebagai upaya pembersihan etnis.
”Ketika sepertiga penduduk Rohingya harus melarikan diri dari negara ini, bisakah Anda menemukan kata yang lebih baik untuk menggambarkannya?,” kata Guterres dalam konferensi pers di New York.
Sementara itu, pemerintah yang secara de facto dipimpin Daw Aung San Suu Kyi tersebut mengatakan bahwa pihaknya menargetkan “teroris”. Namun, para pengungsi Rohingya mengatakan bahwa serangan tersebut bertujuan untuk mendorong mereka keluar dari Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.
Sejumlah desa Rohingya di utara Rakhine telah dibakar, tapi pihak berwenang membantah bahwa aparat keamanan maupun kelompok garis keras Buddha sebagai pelakunya. Mereka menyalahkan gerilyawan Rohingya atas apa yang terjadi di Rakhine.
Kendati demikian, juru bicara pemerintah Zaw Htay akhirnya mengakui bahwa 471 desa di utara Rakhine menjadi target militer. Dari jumlah itu, 176 di antaranya benar-benar kosong.
Sumber: sindo